Sabtu, 07 Juli 2012

islam menanggapi teroris

Oleh Abdul Ghany Jahengeer Khan Review of Religions *, Pebruari 2002, vol.97, Issue 02

 
  Islam berarti agama yang damai. Seseorang yang mengikuti Islam akan menemukan bahwa dirinya dilingkupi oleh ajaran luhur yang bertujuan untuk mendirikan perdamaian antara manusia dengan Allah, Pencipta segala makhluk; antara sesama manusia; dan antara manusia dengan makhluk Allah lainnya. Bagaimana mungkin agama semacam ini dapat berurusan dengan isu-isu terorisme? Dan apakah arti kata terorisme? Beberapa kamus mendefinisikan teroris sebagai orang yang secara sistematis menggunakan kekerasan dan intimidasi untuk mencapai tujuan-tujuan politik atau seseorang yang menguasai atau memaksa pihak lain untuk melakukan sesuatu dengan menggunakan kekerasan, ketakutan atau ancaman. Definisi-definisi tadi tercakup dalam Al-Quran dengan dua kata, yaitu fitnah dan ikrah. Di dalam Al-Quran, pada bagian yang pertama, Tuhan memulai membicarakan isu terorisme dengan mengajarkan kaum Muslim agar jangan pernah menjadi teroris. Dua dari ayat-ayat awal dari keseluruhan Al-Quran menyebutkan, “Fitnah itu lebih besar dari pembunuhan” (Qs. 2:218) atau di sisi Allah penganiayaan, atau membuat orang lain ketakutan secara terus-menerus dalam kehidupan mereka, ialah lebih besar keburukannya dibanding melakukan pembunuhan. Dan selanjutnya “Tidak ada paksaan dalam agama” (Qs. 2 : 257), yaitu, tidak ada satu pun yang memiliki hak untuk memaksa pihak lain untuk memenuhi tuntutan mereka atau memaksa pihak lain untuk mengikuti cara berpikir mereka. Allah Yang Maha Kuasa memperingatkan orang-orang yang beriman berkali-kali agar mereka tidak menjauh dari-Nya yang merupakan Sumber segala kebaikan. Allah mengingatkan kita bahwa barangsiapa yang menjauh dari-Nya dan membuang segala kebaikan, dan membebaskan diri mereka sendiri dari tata susila dialah yang pada akhirnya mengambil jalan menteror pihak lain, memaksa mereka agar memenuhi tuntutan. Orang-orang yang beriman berulang-ulang diperingatkan bahwa mereka akan kehilangan kasih Allah dan rahmat-Nya bila mereka mulai berperilaku di jalan teror itu. Mengamalkan Nilai-nilai Kema-nusiaan Yang Tinggi Tetapi Islam tidak hanya melarang dengan keras kaum Muslim menjadi teroris. Islam juga memastikan bahwa kaum beriman diciptakan untuk mencapai akhlak yang tinggi, berperilaku adab yang baik, dengan menanamkan nilai-nilai kemanusiaan yang mulia yang bisa mengubah mereka menjadi orang-orang yang mencintai umat manusia dengan tulus tanpa membeda-bedakan perbedaan agama, ras maupun status sosial. Tidak ragu lagi bahwa Islam menganjurkan diskusi yang atas dasar rasional dan logika dengan orang dari semua agama dan kepercayaan dengan cara nyaman dan tidak memihak, yang bertujuan kebenaran unggul di atas kekeliruan dan kesalahan. Tetapi perlu diingat, bahwa salah sama sekali untuk membenci orang yang keliru dan salah. Orang yang sayangnya memegang prinsip yang salah jangan pernah dibenci. Itulah sebabnya motto Jemaat Ahmadiyah ialah “Love for all hatred for none” (cinta bagi semua tiada benci bagi siapapun). Di dalam Islam tekanan kuat yang menakjubkan diletakkan dalam meningkatkan kecintaan kepada umat manusia dan pentingnya menunjukkan kasih dan simpati kepada setiap makhluk Allah, termasuk manusia dan hewan. Sebenarnya cinta dan simpati yang sejati ialah penangkal terorisme. Diriwayatkan oleh Aisyah r.a., istri Nabi Muhammad s.a.w., bahwa beberapa orang Arab gurun datang kepada beliau s.a.w. dan bertanya: “Apakah anda mencium anak-anak anda?” Beliau s.a.w. menjawab: “Ya” Mereka berkata: “Kami belum pernah mencium mereka.” Rasulullah s.a.w. bersabda:” Apa yang bisa saya lakukan jika hatimu telah kosong dari rasa kasih?” Beliau s.a.w. juga menyatakan bahwa Allah tidak mengasihi orang yang tidak mengasihi sesamanya. Standar rasa kasih ditunjukkan oleh Rasulullah s.a.w.. tidak bisa selain menakjubkan seseorang yang mengetahui betapa kasar dan keras masyarakat di mana beliau s.a.w. lahir. Abu Qatadah r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah s.a.w. menceritakan kepadanya: “Suatu kali saya berdiri untuk memimpin shalat, terbersit dalam pikiran saya untuk memperpanjang shalat. Lalu saya mendengar tangis bayi dan saya kemudian mempersingkat shalat khawatir jangan-jangan menyusahkan ibu bayi tersebut.” Jauh dari menghasut kebencian dan perilaku agresif, Islam justru memerintahkan kebaikan dan simpati bagi semua. Nabi Muhammad s.a.w. bersabda: “Derma (sedekah) ialah suatu kewajiban bagi setiap bagian tubuh setiap hari di mana matahari biasa terbit. Mendamaikan orang yang bertengkar ialah suatu derma. Membantu orang yang menaiki binatang tunggangannya atau menaikkan barang muatan ke atasnya ialah suatu derma. Perkataan yang baik ialah suatu derma. Memindahkan sesuatu dari jalan yang menyebabkan gangguan ialah suatu derma.” Beliau s.a.w.. tidak henti-hentinya mengingatkan kaum Muslim agar berperilaku baik kepada tetangga, sabdanya: “Tidak akan masuk surga barangsiapa yang tetangganya tidak selamat dari keburukannya.” Beliau s.a.w.. juga menyatakan: “Demi Dia yang jiwaku berada di tangan-Nya, kalian tidak akan masuk surga jika kalian tidak beriman, dan kalian tidak akan menjadi orang beriman yang sejati jika kalian tidak mencintai satu dengan yang lain. Maukah kuberitahukan sesuatu yang dengannya kalian akan mencintai satu dengan yang lain? Sebarkanlah salam di antara kalian.” Suatu kali beliau s.a.w. menemukan induk burung memukulkan sayapnya sendiri di atas tanah dengan gelisah. Lalu beliau s.a.w.. menanyai para sahabat: “Apa yang terjadi?” Mereka menjawab: “Kami menangkap anak-anaknya dari sarangnya.” Rasulullah s.a.w.. bersabda: “Kembalikan anak-anak burung itu kepadanya. Tidak ada ibu yang pasti tersiksa disebabkan anaknya.” Suatu peristiwa salah seorang sahabatnya membakar sebuah sarang semut. Beliau s.a.w.. segera menyatakan agar segera memadamkan api tersebut dan bersabda: “Tidak ada yang memiliki hak untuk menyiksa sesuatu yang lain dengan api.”(Abu Dawud). Mengedepankan Pentingnya Dialog; Piagam Madinah Allah berfirman di dalam Al Quran surah Ali ‘Imran ayat 135 bahwa orang beriman yang sejati ialah: “…mereka yang menahan marah dan memaafkan manusia…”, demikian pula Nabi Karim Muhammad s.a.w.. bersabda: “Allah itu Maha Lembut dan menyukai kelembutan dalam semua hal. Permudahlah dan jangan dipersulit mereka. Gembirakanlah orang-orang dan jangan membuat sedih mereka.” Adalah jelas bahwa orang beriman yang sejati, dan segala orang jujur dan baik selalu menerima sasaran dari terorisme, tidak pernah melakukannya. Kapan saja kecenderungan seperti itu muncul di sebuah masyarakat sehingga rasa damai menjadi terganggu dan masyarakat hidup dalam ketakutan, kaum Muslim diperintahkan untuk menangkis mereka terlebih dahulu dengan mengadakan tukar pikiran dengan pihak yang bertanggung jawab dalam gangguan itu. Al-Qur’an menyatakan: “Panggillah kepada jalan Tuhan engkau dengan kebijaksanaan dan nasihat yang baik, dan hendaknya bertukar-pikiran dengan mereka dengan cara yang sebaik-baiknya” (Qs. An-Nahl:126). Dan Al Qur’an secara berulang-ulang memberitahukan kita agar mencari perlindungan dari Allah dengan sabar dan doa. Tetapi bilamana bertukar pikiran dengan orang-orang seperti itu cenderung memburuk dan berdoa untuk mereka tidak berhasil membawa perubahan pada tindakan mereka, selanjutnya Allah berfirman lagi pada bagian akhir Surah An-Nahl , yaitu : “Dan jika kamu memutuskan akan menghukum orang-orang yang aniaya, maka hukumlah mereka setimpal dengan kesalahan yang dilakukan terhadap kamu” (Qs.16:127). Allah Yang Maha Kuasa memerintahkan kaum muslimin bahwa ketika segala sesuatu mulai tidak dapat dikendalikan, mereka seharusnya menyatukan kekuatan untuk menegakkan perdamaian dengan menggunakan kekuatan yang masuk akal. Kaum muslim telah diperintahkan oleh Nabi Muhammad s.a.w.. agar bekerjasama jika perlu dengan pengikut dari agama lain untuk melakukan hal yang sama. Di dalam dokumen terkenal yang disebut Piagam Madinah Rasulullah s.a.w.. mendeklarasikan: Pasal 1. Ini ialah perjanjian dari Muhammad, Utusan Allah di antara orang- orang yang beriman dan Muslim dari Suku Quraisy dan penduduk Yatsrib dan di antara orang-orang yang mengikuti mereka dan bergabung dengan mereka dalam bertempur (melawan musuh bersama). Pasal 2. Dan mereka merupakan sebuah umat yang satu terpisah dari pihak lain. Pasal 25. Dan juga kaum Yahudi dari suku ‘Auf merupakan umat yang satu dengan orang-orang yang beriman- sekalipun kaum Yahudi akan mengikuti agama mereka sendiri dan kaum Muslim akan mengikuti agama mereka sendiri- dan ini akan termasuk kedua pihak sekutu dan diri mereka sendiri.(Dikutip dari Reuben Levy dalam ‘Sociology of Islam, part 1, hal. 279-282). Di dalam piagam ini, semua penduduk kota Yatsrib atau Madinah diseru untuk bergabung dalam melawan kekuatan yang meneror warga kota. Kaum Muslim dibuat berjanji bahwa mereka akan menolong mempertahankan dengan sebaik-baiknya pengikut agama lain dari ketidakadilan dan serangan kejam. Sebagai contoh, dalam sebuah piagam beliau s.a.w.. untuk sepanjang masa yang ditujukan kepada semua orang Kristen yang hidup sebagai warga di dalam kekuasaan kaum Muslim, Muhammad s.a.w.. menyatakan : ”Aku berjanji bahwa seorang rahib atau musafir yang mencari pertolongan baik dia di atas gunung-gunung, di hutan-hutan, gurun-gurun atau tempat tinggal atau di tempat peribadatan, aku pasti akan menolak musuh-musuhnya dengan segenap sahabat-sahabatku dan penolong-penolong, dengan semua kerabatku dan dengan semua orang yang menyatakan mengikutiku dan aku akan mempertahankan mereka, karena mereka berada dalam perjanjian denganku. Dan aku akan membela orang yang berada dalam perjanjian denganku dari penganiayaan, kerugian dan keadaan yang menghinakan dari musuh-musuh mereka sebagai ganti dari jizyah (semacam pajak) yang telah mereka janjikan untuk dibayarkan. Jika mereka lebih suka mempertahankan sendiri harta benda dan warga mereka, mereka akan diijinkan untuk melakukan hal itu dan tidak akan dibiarkan dalam kesusahan sebagai bentuk rasa tanggung jawab. Tidak ada paderi atau pendeta yang akan dikeluarkan dari tempatnya, tidak ada biarawan yang akan dikeluarkan dari biaranya, dan tidak ada pendeta yang akan dikeluarkan dari tempat ibadahnya dan tidak ada peziarah yang akan ditawan dalam perjalanan ziarahnya. Tidak ada satupun gereja dan tempat ibadah mereka yang lain akan dirusak atau dimusnahkan atau dibongkar. Tidak ada satupun dari bahan-bahan bangunan gereja mereka, yang akan digunakan untuk membangun mesjid atau rumah-rumah untuk kaum Muslim, setiap Muslim yang melakukan hal itu akan dinilai sebagai orang fasik atau pembangkang terhadap Allah dan Rasul-Nya. Biarawan dan rahib tidak akan dikenakan pajak atau ganti rugi baik mereka tinggal di hutan-hutan atau di atas sungai-sungai, di timur atau di barat, di utara atau di selatan. Aku akan menyampaikan pada mereka kata-kata penghormatanku. Mereka adalah orang yang berada dalam perjanjian denganku dan akan menikmati kebebasan dari segala macam gangguan. Setiap bantuan akan diberikan pada mereka dalam perbaikan gereja mereka. Mereka akan dibebaskan dari ketentaraan. Mereka harus dilindungi oleh kaum Muslim. Biarlah piagam ini tidak dilanggar hingga Hari Penghakiman.” (Dikutip dari Baladhari). Salah Satu Fungsi Perang Menurut Ajaran Islam Di dalam Islam, setiap usaha tidak hanya untuk melindungi kaum Muslim, tetapi juga para pengikut dari agama lain. Allah Ta’ala berfirman : “…Dan sekiranya Allah tidak menangkis sebagian orang dengan perantaraan sebagian yang lain, niscayalah biara-biara serta gereja-gereja Nasrani dan rumah-rumah ibadat Yahudi serta mesjid-mesjid yang di dalamnya banyak disebut telah dibinasakan…” (QS 22 : 41) Walau bagaimanapun, kaum Muslim telah diperingatkan oleh Pendiri Islam, Nabi Muhammad, Utusan Allah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, bahwa ketika mereka memasuki wilayah orang-orang yang sedang meneror dan menganiaya mereka dengan kasar, mereka tidak boleh kehilangan akal sehat dan sikap adil, dan tergiur untuk memulai melakukan tindakan kejam, seperti yang dilakukan oleh para peneror atau teroris. Kejahatan terburuk dari rasa tidak berterima kasih akan dilakukan oleh orang-orang yang telah melupakan bahwa mereka telah baru saja menjadi sasaran dari kekejaman yang buruk, mulai membagikan hal yang sama, yang jika tidak lebih buruk, akan berlaku kejam kepada pihak lain. Nabi s.a.w.. memerintahkan : “Kalian akan bertemu dengan orang yang mengingat Allah di tempat ibadah mereka. Janganlah berselisih dengan mereka, dan memberi masalah kepada mereka. Di negeri musuh, janganlah membunuh wanita dan anak-anak, jangan pula membunuh orang yang buta dan orang tua. Janganlah menebang pohon, jangan pula meruntuhkan gedung-gedung” (Dikutip dari Halbiyyah, vol. 30 Jadi, jihad yang hanya diperbolehkan oleh Islam ialah perang orang yang teraniaya melawan orang yang menganiaya, berperang untuk melindungi perdamaian semua orang tanpa memandang agama atau kepercayaan mereka. Taktik-taktik semacam bom bunuh diri, dan lain sebagainya sebetulnya mutlak tidak ada dalam kamus orang beriman yang sejati. Allah Ta’ala berfirman : “…Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri. Sesungguhnya Allah Maha Penyayang terhadapmu.” (Qs. 4: 0). “…Dan janganlah kamu menjerumuskan dirimu dengan tanganmu sendiri ke dalam kebinasaan,…” (Qs. 2:196). Islam dengan keras melarang membunuh orang yang tidak berdosa, orang yang tidak menyerang : “…maka ingatlah bahwa tak boleh lagi ada permusuhan kecuali terhadap orang-orang aniaya.” (Qs. 2 194). Tiga ayat ini cukup untuk mencegah kaum Muslim dari menabrakkan pesawat terbang ke arah gedung-gedung, atau mengirim pembom bunuh diri untuk meledakkan penduduk yang tidak berdosa. Sewaktu orang jahat menghentikan kejahatan dan telah dihukum setimpal untuk kejahatan mereka, kemudian Allah berfirman: “Dan, perangilah mereka sehingga tidak ada gangguan lagi, dan agama itu dianut hanya untuk Allah. Tetapi, jika mereka terhenti, maka ingatlah bahwa tak boleh lagi ada permusuhan kecuali terhadap orang-orang aniaya.” (2 : 194). Kesimpulan Kesimpulannya, Islam menganjurkan tiga langkah melawan terorisme: Memberikan pendidikan moral yang istimewa kepada semua kaum Muslim, sehingga mereka menjadi orang yang luhur, adil, bermoral, baik dan penuh cinta yang dengannya menjamin bahwa mereka tidak akan pernah mengacaukan kedamaian orang lain. Di mana pun kedamaian dikacaukan, mengadakan tukar pikiran dan argumentasi dengan pelaku kejahatan, dan berdoa dengan tulus untuk mereka, untuk merubah jalan yang mereka tempuh. Jika semua jalan tukar pikiran gagal, kemudian menggabungkan kekuatan dengan semua orang baik untuk bertempur dengan para pengacau hingga perdamaian dipulihkan, tetapi dengan tetap menjaga ketentuan-ketentuan keadilan dalam pandangan. Adalah merupakan kepercayaan kita bahwa bukan hanya Islam, bahkan tidak ada satupun agama, apapun namanya, dapat menyetujui kekerasan dan penumpahan darah orang yang tidak berdosa, baik laki-laki, perempuan dan anak-anak dengan mengatasnamakan Allah. Para teroris dapat saja menggunakan label-label agama dan politik, tetapi tak ada satupun yang bisa ditipu oleh kelicikan dan tipu muslihat mereka. Mereka tidak melakukan apapun untuk agama. Mereka adalah musuh perdamaian. Mereka harus diperangi pada setiap level seperti yang dianjurkan oleh Islam, agama perdamaian. Penterjemah : Dildaar Ahmad Dartono * The Review of Religion, dicetak sejak 1902, merupakan salah satu majalah perbandingan agama terlama. Majalah ini ditujukan untuk mempromosikan debat intelektual dan hidup yang didasarkan pada penghormatan terhadap semua nabi dan agama. Majalah ini merupakan majalah internasional yang diterbitkan oleh Jamaah Muslim Ahmadiyah, yang didedikasikan untuk menyebarkan saling pengertian antar pemahaman.

 http://1artikelislam.blogspot.com/

Tidak ada komentar: